Langsung ke konten utama

Andi dan Nabil, 2 Bocah Putus Sekolah Mengais Pendidikan dari Komunitas Dinding


Anggota kelompok IV Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) AJI Manado, Joice Bukarakombang dan Devy Kumaat, sedang mewawancarai Yestin Rasyid, ibu dari Andi dan Nabil.


MANADO - Pasar Bersehati di Kota Manado, memang merupakan pusat perekonomian dan tempat berjualan para pedagang, namun bagi puluhan anak, itu adalah tempat mereka bermain.

Setiap hari mereka anak-anak ini bermain bersama, ada yang masih sekolah ada juga yang putus sekolah.

Lantai II menjadi tempat favorit mereka untuk bermain.

Mulai berlari-lari, bermain kartu, juga permainan lain yang membuat mereka senang dan bahagia.

Ada Andi Rasid dan Nabil adiknya, sudah tidak bersekolah.

Andi sudah berhenti sekolah saat baru dua minggu masuk kelas 6 Sekolah Dasar (SD).

Ia bungkam saat ditanya kenapa berhenti dari sekolah, namun di benaknya masih ada cita-cita yang ingin dicapai.

"Ingin jadi polisi," katanya, sembari menundukkan kepala.

Padahal, teman sebayanya mengatakan, Andi teman yang punya kecerdasan di sekolah.

Adiknya yang masih berusia 6 tahun, juga sudah berhenti dari sekolah sejak kelas 1 SD.

Lantaran tidak ada yang mengantarnya ke-sekolah di SD Negeri 19 Manado. Kesibukan orang tua berdagang jadi tak punya waktu, sehingga kebutuhan pendidikan mereka pun tidak terpenuhi. 

Sepuluh tahun lalu, ada komunitas Dinding Manado yang digelar oleh beberapa Mahasiswa Manado.

Akhirnya menjadi pemuas dahaga mereka terhadap pendidikan.

Andi jarang ikut, hanya kalau ingin ikut saja, baru dia datang.

Tapi adiknya, Nabil sangat rajin mengikuti pembelajaran setiap hari Sabtu.

Itu membuktikan, masih ada harapan dari nurani mereka untuk melanjutkan sekolah dan menggapai cita-cita, meski dari kompleks pasar.

Ada juga anak yang masih sekolah seperti Chelsi Mursyid (12) ikut belajar di Komunitas Dinding.

Mereka belajar matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan Pendidikan Kewarganegaraan, juga pendidikan karakter.

Terkadang mereka ikut summer camp."Kami banyak orang dan kami senang ikut belajar di situ," katanya.

Penulis : Alpen
Editor    : Julkifli Madina

Postingan populer dari blog ini

Komunitas Dinding Manado Memanusiakan Anak Putus Sekolah

Anak-anak putus sekolah yang belajar bersama Komunitas Dinding Manado. (IG: Dinding_Mdo) Manado – Setiap akhir pekan atau setiap hari Sabtu, sekelompok anak muda yang mengatas namakan komunitas Dinding Manado, merelakan waktu mereka untuk mengajar anak-anak yang sebagian besar putus sekolah di kompleks Pasar Bersehati, Kota Manado, Sulawesi Utara. Para relawan tersebut rata-rata masih mahasiswa dan karyawan swasta di Kota Mando. Mereka rela tidak dibayar untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak putus sekolah di kompleks pasar bersehati itu. Memang berdirinya komunitas ini sejak Bulan Februari 2010 tahun lalu, yang pertamanya bermula dari Taman Kesatuan Bangsa Manado, dimana waktu itu mereka hanya beranggotakan 5 orang dengan peserta dari anak – anak putus sekolah ada 10 orang. Komunitas Dinding Manado adalah sebuah perkumpulan relawan para anak muda yang mengajar sebagian besar anak putus sekolah serta anak yang tak pernah mengecap pendidikan formal. Dua wart

AJI Indonesia Selenggarakan UKJ di Manado

MANADO – Mengawali pelaksanaan Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bekerja sama dengan Kedutaan Besar (Kedubes) Australia, Jumat 24 Januari 2020, menggelar Workshop Etik dan Profesionalisme Jurnalis dengan tema ‘Profesionalisme Jurnalis Menghadapi Hoax’, bertempat di Hotel Ibis, Manado. Hasudungan Sirait dari AJI Indonesia menjelaskan, media massa sesuai namanya adalah media milik masyarakat. Sehingga media massa harus benar-benar mengikuti kemauan atau mandat dari masyarakat bukan dari para pemodal. Tak heran saat ini, menurut Hasudungan yang juga Kepala Sekolah Jurnalis AJI, banyak media yang kemudian tak bisa bertahan karena kehilangan mandat dari masyarakat, seiring dengan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada media massa yang terlalu tunduk pada kepentingan pemodal. “Jika ada media yang tutup kemudian menyalahkan kondisi pembaca yang kurang, itu sebenarnya harus introspeksi, karena mereka telah kehilangan mandat dari masyarakat da